Menguap
adalah perilaku manusia yang umum dan setiap manusia pasti pernah merasakannya.
Tetapi, intensitas setiap orang berbeda-beda. Sampai akhir hayat manusia pasti
selalu melakukannya. Mekanisme menguap yaitu, ketika mulut menganga disertai
dengan menghirup napas lama- lama diikuti dengan mengeluarkan napas dengan
singkat. Lebih jelasnya yaitu, alveoli ini berfungsi untuk mengalirkan oksigen
ke dalam darah dan menyedot karbondioksida untuk kemudian dikeluarkan. Jika
alveoli tidak mendapatkan udara segar, dia akan kempis dan paru-paru agak
mengeras. Kemudian otak segera bereaksi untuk memerintahkan mulut menguap dan
menarik udara (oksigen). Pusat pernafasan yang berada di dalam otak tepatnya di
medulla oblongata lah yang berperan membuat kita menguap. Hal ini tidak lain
agar otak mendapat oksigen yang cukup.
Apabila sering menguap diidentikan seperti orang yang
pemalas. Hal ini terjadi karena menguap biasanya terjadi saat seseorang merasa
mengantuk atau kelelahan. Menguap juga menyebabkan seseorangan kehilangan
konsentrasi dan semangat dalam beraktivitas. Menguap bukan hanya karena kita
mengantuk saja, karena bosan juga sebab melakukan hal- hal yang itu saja bisa
juga karena lelah dan juga tubuh kita kurang bergerak. Menguap penting untuk membuka saluran eustachius dan
untuk menyesuaikan tekanan udara di telinga tengah.
Menguap sebentar sebelum tidur dan setelahnya, itu
merupakan sebuah mekanisme untuk meningkatkan kewaspadaan atau funsi otak pada
seseorang yang mengantuk, atau mekanisme untuk menekan kewaspadaan, mendorong
relaksasi atau mempercepat dengan cara lain mempersiapkan kita untuk tidur. Rangsangan
menguap pada manusia diawali dengan adanya signal yang berasal dari bagian otak
yang disebut PVN (Paraventricular Nucleus) yang terdapat pada bagian
hypothalamus. Signal tersebut merangsang sel-sel otak yang lain, baik itu pada
bagian batang otak ataupun hippocampus yang kemudian akan menghasilkan
kontraksi otot yang kita kita kenal dengan menguap. Terjadinya pelepasan
Adrenocorticotropic hormone atau ACTH oleh PVN juga merupakan penyebab mengapa
manusia menguap. Hormon ACTH tersebut biasanya akan meningkat kadarnya secara
dramatis selama seseorang tidur dan saat sebelum tidur.
Menguap adalah sebuah tanggapan terhadap tingkatan-
tingkatan kadar karbondioksida atau oksigen di dalam darah atau entah bagaimana
mengatur kadar- kadar itu. Laju menguap tidak diperlancar, maupun ditekan
dengan mengembuskan gas- gas dengan tingkat- tingkat karbondioksida atau
oksigen yang tinggi. Menguap juga tidak dipegaruhi oleh latihan olahraga berat.
Akibat dari mengantuk otak akan menjadi sedikit tumpul
karena tidak mendapat cukup oksigen karena aliran darah ke otak berjalan
lamban. Selain itu setelah menguap atau selagi menguap, mata menjadi berair
karena tekanan terhadap kelenjar- kelenjar air mata, yang terletak dipinggiran-
pinggiran luar rongga mata, sebab wajah berkerut ketika menguap. Tindakan
menguap yang tidak di bawah kehendak itu biasanya mencakup membuka mulut leher-
leher sementara perlahan- lahan menghirup napas dalam- dalam.
Perubahan bentuk yang sama ini boleh jadi menekan pula
kelenjar- kelenjar air liur, terutama bila menguapnya ditahan- tahan, ketika
orang yang penguap berusaha keras untuk menjaga mulutnya agar tetap tertutup
sementara membuka kerongkongan lebar- lebar. Jika terus-menerus menguap, cobalah
untuk menggerakkan tubuh atau berjalan-jalan sebentar agar lebih segar.
Menurut Leyner dan Goldberg (2006) mengatakan bahwa menguap dapat menular.
Menguap dapat menular mungkin terkait dengan aspek empati terhadap sikap mental
yang ditunjukkan oleh seseorang dan secara negatif dipengaruhi oleh peningkatan
kecenderungan menderita skizofrenia ringan, sama seperti gerak atau sikap tubuh
lain yang terjadi dengan sendirinya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa orang
secara tidak sadar meniru ketika melihat orang lain menguap.
Daftar Pustaka
Juan,
S. (2006). Tubuh ajaib.
Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
Goldberg, Leyner dan. (2006). Mengapa pria punya puting susu? : Ratusan pertanyaan yang tak berani anda tanyakan pada dokter. Jakarta: Gramedia.
No comments:
Post a Comment